Suku Baduy merupakan salah satu kelompok etnis di Indonesia yang terkenal karena menutup diri dari dunia luar. Mereka adalah bagian dari masyarakat adat suku Banten yang memiliki keyakinan kuat terhadap adat dan tradisi. Meskipun begitu, Suku Baduy tetap menjadi perhatian banyak orang karena keunikan budaya dan gaya hidup tradisional yang mereka pertahankan.
Baca juga: Makna dan Filosofi Pakaian Adat Banten dari Pengantin, Pangsi hingga Pakaian Adat Baduy
Asal Usul dan Nama Suku Baduy
Sejarah Suku Baduy
Suku Baduy adalah suku asli dari Provinsi Banten. Mereka menetap di Cagar Budaya Pegunungan Kendeng yang luasnya mencapai 5.101,65 hektar di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidimar, Kabupaten Lebak. Pemukiman mereka terletak di area aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng.
Arti Nama “Baduy”
Nama “Baduy” diberikan oleh peneliti Belanda yang melihat kesamaan antara kelompok ini dengan Arab Badawi yang suka berpindah tempat. Dalam kesehariannya, Suku Baduy menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Meskipun mereka memiliki kepercayaan yang berbeda, Suku Baduy memiliki kedekatan budaya dengan orang Sunda.
Daftar Isi
Kepercayaan Suku Baduy: Sunda Wiwitan
Agama dan Kepercayaan
Suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah sinkretisme antara Islam dan Hindu. Sunda Wiwitan tidak diakui sebagai agama resmi di Indonesia, namun kepercayaan ini tetap dijaga oleh Suku Baduy sebagai warisan leluhur. Sunda Wiwitan menggabungkan animisme dan dinamisme, serta memiliki konsep monoteisme dengan mengenal Sang Hyang Kersa sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
Tiga Alam dalam Sunda Wiwitan
Sunda Wiwitan mengenal tiga macam alam:
- Buana Nyungcung: Tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, letaknya paling atas.
- Buana Panca Tengah: Tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah.
- Buana Larang: Neraka, letaknya paling bawah.
Kehidupan Suku Baduy
Suku Baduy Dalam
Suku Baduy Dalam lebih tertutup dan tidak menerima pengaruh budaya dari luar. Mereka memegang teguh konsep pikukuh, yaitu aturan adat yang menekankan ketidakberubahan. Terdapat tiga kampung utama di Baduy Dalam yang dipimpin oleh Pu’un sebagai ketua adat tertinggi, serta Jaro sebagai wakilnya. Mereka secara rutin melaksanakan tradisi Seba dengan menyerahkan hasil bumi kepada penguasa setempat.
Pakaian sehari-hari mereka didominasi warna putih yang melambangkan kesucian dan ketidakpengaruhannya oleh budaya luar. Jumlah penduduk Suku Baduy Dalam hanya beberapa ratus jiwa, tersebar di kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.
Suku Baduy Luar
Berbeda dengan Suku Baduy Dalam, Suku Baduy Luar memiliki ciri khas pakaian berwarna hitam dan sudah mengenal teknologi serta uang. Mereka tinggal mengelilingi wilayah Baduy Dalam dan kadang menjual hasil panen mereka ke kota.
Perbedaan Suku Baduy Dalam dan Luar
Perbedaan utama antara Suku Baduy Dalam dan Luar terletak pada tata cara menjalankan aturan adat atau pikukuh. Suku Baduy Dalam masih sangat ketat menjalankan adat dengan memakai ikat kepala berwarna putih, sedangkan Suku Baduy Luar sudah terpengaruh oleh pola hidup modern dengan memakai baju berwarna hitam.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama Suku Baduy adalah bertani dan berladang. Mereka sering menjual hasil panen seperti madu ke kota besar seperti Serang, Jakarta, atau Bogor. Mereka juga menjaga kelestarian alam dengan membangun rumah menggunakan bahan batu kali tanpa galian tanah.
Bahasa dan Komunikasi
Bahasa yang digunakan Suku Baduy adalah bahasa Sunda dialek Banten. Mereka juga fasih berkomunikasi dengan bahasa Indonesia meskipun tidak mendapat pendidikan formal. Suku ini tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat dan kepercayaan nenek moyang hanya disimpan dalam bentuk lisan.
Dengan memegang teguh tradisi dan adat, Suku Baduy berhasil mempertahankan identitas budaya mereka di tengah arus modernisasi. Keunikan dan kekayaan budaya mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk mengenal lebih dalam tentang keberagaman suku di Indonesia.