Dari ketiga tipe kasus di atas: Jelaskan pertimbangan hukumnya dan peristiwa yang mana saja yang dapat dan/atau tidak dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)? Jelaskan tersebut adalah mengganggu ketertiban umum, sehingga dalam hal ini tidak dapat dilakukan APS.
Daftar Isi:
Artikel ini akan membahas pertimbangan hukum dan kemungkinan penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) pada tiga tipe kasus yang sering terjadi, yaitu wanprestasi dalam kontrak fidusia, penggadaian ulang, dan kasus penyerangan oleh kelompok tertentu. Pemahaman ini penting bagi pengajar, guru, dan orang tua siswa untuk memberi wawasan tentang hukum perdata dan pidana yang relevan.
Baca juga: Seorang Pengusaha Sukses Bernama Hendra Terlibat dalam Kasus Sengketa Bisnis dengan Mitra Kerjanya
Tipe Kasus-1,
Wanprestasi pada Kontrak Jaminan Fidusia
Latuwo (35 Th) dihadang berhenti oleh orang-orang yang menyatakan diri dari Federal Insurance Finance (FIF), dengan sikap kasar menyita sepihak motor agunan fidusia yang dikendarainya karena dianggap wanprestasi pembayaran uang cicilan.
Diketahui bahwa perjanjian fidusianya tidak terdaftar ke Kantor Jaminan Fidusia.
Atas penyitaan ini Latuwo melaporkan kejadian perkara eksekusi sepihak PT FIF ke kepolisian sector setempat sebagai perbuatan perampasan dan tidak menyenangkan.
Pihak kepolisian menolak membuatkan laporan polisi dengan alibi motor tidak ‘dirampas’ namun ‘diamankan’ oleh pihak kantor FIF, dan benar motornya ada di kantor FIF.
Petugas penyidik kepolisian sektor tetap berpendapat bahwa, “ini bukanlah pencurian dan juga bukan perampasan. Tapi masalah kredit. Dan polisi tidak bisa membuatkan laporan polisi jika masalahnya adalah kredit ” yaitu “… kredit macet”.
Latuwo frustasi, Ia laporkan perkaranya ke kantor kepolisian Polda. Hasilnya, Ia dibuatkan laporan polisi dengan tersangka Teguh sebagai pimpinan FIF, dengan sangkaan Pasal 368 KUHP perihal tindak kekerasan untuk maksud hapusnya hutang-piutang dan Pasal 372 KUHP perihal perbuatan melawan hukum karena penggelapan.
Laporan polisi tingkat Polda (Jatim) ditembuskan ke kantor polisi tingkat Polrestabes (Surabaya) dan terus ke kantor polisi Polsek Dukuh Pakis (otoritas locus delicti ).
Proses penanganan perkara ini cukup lama (hingga 5 bulan di 2016).
Namun dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Proses Penyidikan (SP2P) atas kasus ini, malah penanganannya mandeg/berhenti.
Jawaban
Latar Belakang Kasus
Latuwo (35) mengalami penyitaan motor secara sepihak oleh pihak Federal Insurance Finance (FIF) karena dianggap gagal memenuhi kewajiban cicilan. Penyitaan ini menimbulkan konflik karena perjanjian fidusia antara Latuwo dan FIF tidak terdaftar pada Kantor Jaminan Fidusia. Akibat penyitaan ini, Latuwo melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian, yang akhirnya mengarahkan laporan tersebut ke tingkat kepolisian lebih tinggi, yaitu Polda.
Pertimbangan Hukum
- Perdata (Wanprestasi): Kasus ini berawal dari wanprestasi, yaitu kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran yang seharusnya dijamin dengan jaminan fidusia. Karena perjanjian fidusia tidak terdaftar, maka dasar hukum untuk penyitaan lemah.
- Pidana (Perampasan): Tindakan penyitaan sepihak yang kasar dapat dipandang sebagai perbuatan perampasan.
Kemungkinan Penerapan APS
- Unsur Perdata (Wanprestasi): APS dapat diterapkan pada aspek perdata, khususnya dengan negosiasi atau mediasi untuk mencari solusi terkait pembayaran utang atau pengembalian barang jaminan.
- Unsur Pidana (Perampasan): Karena tindakan ini melibatkan kepentingan publik dan merupakan dugaan tindak pidana, APS tidak dapat diterapkan pada aspek pidana ini.
Tipe Kasus-2
Penggadaian Ulang
Kasus gadai menggadai motor jaminan fidusia milik NSC melibatkan peran debitur nakal. Kasat Reskrim Polres Kebumen AKP Edy Istanto mengatakan, tindakan gadai menggadai yang dilakukan NM telah berlangsung 4 tahun dalam mengeruk keuntungan.
NM telah dua periode menjabat Kepala Desa di Kecamatan Sempor dan mendapatkan jatah keuntungan gadai terselubung sebesar 10% hasil transaksi gelap.
“Jadi jika sepeda motor digadai Rp 4 juta, ia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 400 ribu” kata Istanto.
Kasus gadai ulang ini berawal dari laporan salah satu karyawan NSC, terkait diketahuinya ada dua kendaraan sepeda motor MNC yang menjadi objek jaminan fidusia telah digadaikan ulang oleh NM.
Diketahui lingkaran penggadaian ulang berawal dari debitur SM warga dari NM menggadaikan dua sepeda motor padanya. Selanjutnya sepeda motor tersebut digadaikan kembali oleh NM dengan dibantu oleh perantara tersangka GW (42), warga Sidayu Gombong transaksi, sepeda motor berpindah tangan dari NM kepada tersangka inisial AK warga Kecamatan Puring.
Polisi telah mengembangkan kasus tersebut, mendapatkan adanya proses transaksi penggadaian lain sebanyak 15 unit kendaraan bermotor dan dua mobil yang disimpan di gudang milik Kepala Desa NM.
Jawaban
Latar Belakang Kasus
Kasus ini melibatkan seorang Kepala Desa berinisial NM yang melakukan penggadaian ulang sepeda motor yang telah dijaminkan fidusia oleh NSC. Tindakan ini terungkap ketika salah satu karyawan NSC melaporkan aktivitas penggadaian ilegal tersebut, yang melibatkan sekitar 15 kendaraan bermotor dan dua mobil.
Pertimbangan Hukum
- Perdata (Pelanggaran Perjanjian): Kasus ini memiliki unsur perdata berupa pelanggaran perjanjian fidusia yang dilanggar oleh penggadaian ulang yang dilakukan NM.
- Pidana (Penipuan dan Penggelapan): Aktivitas penggadaian ulang ini juga termasuk tindak pidana penipuan dan penggelapan, yang dapat merugikan pihak lain secara finansial dan moral.
Kemungkinan Penerapan APS
- Unsur Perdata (Pelanggaran Perjanjian): APS mungkin diterapkan pada aspek perdata terkait pelanggaran perjanjian, namun ruang lingkupnya terbatas mengingat adanya unsur pidana yang turut berperan.
- Unsur Pidana (Penipuan dan Penggelapan): APS tidak dapat diterapkan pada unsur pidana dalam kasus ini, karena penipuan dan penggelapan termasuk tindak pidana yang merugikan banyak pihak dan perlu diproses melalui jalur hukum pidana.
Tipe Kasus-3
Sejumlah Oknum Anggota TNI Serang Polsek Ciracas, Pertokoan Hingga Warga Sipil
Markas Polisi Sektor (Polsek) Ciracas, Jakarta Timur diserang oleh sejumlah Oknum TNI pada Sabtu (29/8/2020) dini hari.
Penyerangan ini merupakan kedua kalinya (Desember 2018). Penyerangan diduga dilakukan sekitar 100 orang berujung pada pembakaran dua unit mobil di area parkir Mapolsek Ciracas.
Amuk oknum TNI setidaknya merusak 83 unit kendaaraan bermotor dan menganiaya 16 orang warga sipil para pengendara sepeda motor lewat jalur tersebut.
Sekelompok oknum TNI tersebut juga merusak pertokoan, menyerang warga sipil, pengerusakan kendaraan bermotor, fasilitas umum dan pembakaran kendaraan bermotor di Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (29/8/2020) dini hari sebelum menyerang Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur.
Penyerangan di Mapolsek Ciracas itu menyebabkan dua orang anggota polisi dan 79 warga sipil terluka.
Puncak kericuhan adalah pembakaran mobil di halaman Mapolsek Ciracas sebagai sasaran oknum TNI.
Penyerangan Mapolsek Ciracas disebabkan adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas tunggal (Kamis (27/8/2020) malam) yang melibatkan seorang anggota TNI bernama MI, namun kecelakaan itu dikhabarkan sebagai korban penganiayaan yang disebarkan oleh MI sendiri kepada teman-temannya.
Berita hoax yang disebarkan MI menimbulkan sekitar 100 orang rekannya terprovokasi melakukan perusakan gerobak di jalan, Alfamart, fasilitas umum hingga pembakaran di Mapolsek. Namun enam dari sekitar 100 orang yang terlibat dalam perusakan Mapolsek Ciracas dan fasilitas umum di Jaktim telah menjalani pemeriksaan intensif Polisi Militer Kodam Jayakarta.
Sebanyak 90 oknum TNI dari 38 satuan telah diperiksa, dan 65 oknum telah ditetapkan sebagai tersangka (16/09/2020_Kompas). Para pelaku terancam hukuman kurungan penjara dan ganti rugi sesuai peran masing-masing.
Sebenarnya sejak awal kejadian kecelakaan tunggal, situasinya sudah diamankan melalui Dandim dengan memberikan pengarahan tentang hoax penganiayaan itu. Namun para oknum TNI itu tidak mengindahkannya dan bersikeras melakukan kegiatan anarkis tersebut. Dikhabarkan bahwa hal ini menunjukkan betapa masih rapuhnya pembinaan prajurit TNI di tingkat bawah terhadap provokasi pergesekan sosial.-
Disclaimer : Sumber informasi dihimpun dari beberapa situs berita online yang disimpan ada pada Tutor. Text diatas merupakan ekstraksi berita hanya dipergunakan untuk keperluan proses belajar mata kuliah Tugas Akhir Program (TAP HKUM4500) mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Terbuka.
Jawaban
Latar Belakang Kasus
Kasus ini terjadi ketika sekelompok oknum TNI menyerang Mapolsek Ciracas di Jakarta Timur, yang mengakibatkan kerusakan serius pada fasilitas umum, kendaraan, serta korban luka di kalangan warga sipil dan petugas polisi.
Pertimbangan Hukum
- Tindak Pidana (Kekerasan dan Perusakan): Kasus ini termasuk tindak pidana berat, termasuk kekerasan, perusakan, dan pelanggaran disiplin militer.
- Gangguan Ketertiban Umum: Tindakan ini dianggap mengganggu ketertiban umum dan melibatkan kepentingan masyarakat luas, sehingga penanganannya menjadi prioritas untuk penegakan hukum.
Kemungkinan Penerapan APS
- Tidak Ada Kemungkinan APS: Karena kasus ini menyangkut tindak pidana berat dengan dampak luas terhadap ketertiban umum dan melibatkan aparat militer, APS tidak dapat diterapkan. Proses hukum yang ditempuh adalah jalur pidana dan peradilan militer, untuk memberikan efek jera dan keadilan bagi para korban serta masyarakat.
Pertanyaan:
a) Dari ketiga tipe kasus di atas:
Jelaskan pertimbangan hukumnya dan peristiwa yang mana saja yang dapat dan/atau tidak dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)? Jelaskan tersebut adalah mengganggu ketertiban umum, sehingga dalam hal ini tidak dapat dilakukan APS.
Jawaban
Dari ketiga tipe kasus yang dibahas, penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dapat dilakukan pada kasus perdata yang tidak melibatkan gangguan ketertiban umum atau tindak pidana serius. Berikut adalah ringkasannya:
- Tipe Kasus 1 (Wanprestasi pada Kontrak Jaminan Fidusia): APS mungkin diterapkan pada aspek wanprestasi, namun bukan pada aspek perampasan yang merupakan tindak pidana.
- Tipe Kasus 2 (Penggadaian Ulang): APS mungkin diterapkan pada pelanggaran perjanjian, tetapi tidak pada unsur pidana penipuan dan penggelapan.
- Tipe Kasus 3 (Penyerangan Mapolsek Ciracas): APS tidak dapat diterapkan karena melibatkan tindak pidana berat yang mengganggu ketertiban umum.
Artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam bagi para pengajar, guru, dan orang tua tentang pentingnya mempertimbangkan aspek hukum dalam memutuskan metode penyelesaian sengketa.
Itulah pembahasan Dari Ketiga Tipe Kasus di Atas: Jelaskan Pertimbangan Hukumnya dan Peristiwa yang Mana Saja yang Dapat dan/atau Tidak Dapat Diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Pertanyaan:
a) Dari ketiga tipe kasus di atas:
Apakah kasus-kasus tersebut dapat (ada peluang) diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS/non-litigasi)? Jelaskan dan tunjukkan alasan dan landasan hukumnya;
Jawaban
Berikut adalah analisis terkait peluang penyelesaian kasus-kasus tersebut melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau jalur non-litigasi. Setiap kasus akan ditinjau berdasarkan landasan hukum dan kemungkinan penyelesaian melalui APS.
Tipe Kasus 1: Wanprestasi pada Kontrak Jaminan Fidusia
Latar Belakang Kasus:
Latuwo mengalami penyitaan sepihak motor oleh FIF karena dianggap gagal membayar cicilan, meskipun perjanjian fidusia tidak terdaftar. Kasus ini dilaporkan ke polisi dan mendapat tanggapan bahwa hal ini lebih merupakan permasalahan kredit daripada perampasan.
Peluang Penyelesaian melalui APS
APS mungkin diterapkan untuk aspek wanprestasi (perdata) dalam kasus ini, yaitu pada persoalan wanprestasi (gagal bayar) terhadap kontrak jaminan fidusia. Tindakan ini bisa didiskusikan melalui jalur mediasi atau negosiasi agar kedua belah pihak mencapai kesepakatan baru terkait penyelesaian utang atau pengembalian barang jaminan.
Alasan dan Landasan Hukum:
- Pasal 1238 KUHPerdata: Mengatur tentang wanprestasi dalam perjanjian, memungkinkan pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi. Dalam hal ini, penyelesaian wanprestasi dapat dibicarakan secara damai melalui APS.
- Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Undang-undang ini mendukung APS untuk sengketa perdata, terutama yang dapat diselesaikan di luar pengadilan.
Namun, aspek pidana (perampasan) tidak dapat diselesaikan melalui APS karena melibatkan kepentingan publik dan unsur kriminal, sehingga perlu diproses secara hukum.
Tipe Kasus 2: Penggadaian Ulang
Latar Belakang Kasus:
NM melakukan penggadaian ulang kendaraan yang sudah menjadi jaminan fidusia, melibatkan 15 motor dan dua mobil, serta pelanggaran perjanjian fidusia.
Peluang Penyelesaian melalui APS
Pada aspek perdata (pelanggaran perjanjian fidusia), APS mungkin diterapkan. Penyelesaian dapat dilakukan melalui mediasi untuk menyelesaikan perselisihan perjanjian fidusia, dengan syarat kedua pihak setuju dan tidak ada keberatan dari pihak yang dirugikan.
Alasan dan Landasan Hukum:
- Pasal 1338 KUHPerdata: Menyebutkan bahwa perjanjian mengikat para pihak, sehingga pelanggaran dapat diselesaikan melalui jalur non-litigasi seperti mediasi jika keduanya menyetujui.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK): Mengatur penyelesaian sengketa di bidang jasa keuangan, termasuk fidusia, memungkinkan permasalahan terkait kredit atau fidusia untuk diselesaikan melalui APS.
Namun, untuk aspek pidana terkait penipuan dan penggelapan, APS tidak dapat diterapkan karena unsur pidana dalam penggadaian ulang memerlukan proses hukum formal sesuai KUHP.
Tipe Kasus 3: Penyerangan Mapolsek Ciracas
Latar Belakang Kasus:
Penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok oknum TNI ke Mapolsek Ciracas mengakibatkan kerusakan parah dan melukai warga sipil. Kasus ini berdampak luas terhadap ketertiban umum.
Peluang Penyelesaian melalui APS
Tidak ada kemungkinan penyelesaian melalui APS untuk kasus ini. Karena kasus ini termasuk tindak pidana berat dan mengganggu ketertiban umum, penyelesaian sengketa melalui jalur hukum pidana lebih tepat untuk memberikan efek jera dan keadilan bagi para korban.
Alasan dan Landasan Hukum:
- KUHP Pasal 170 tentang Kekerasan secara Bersama-sama: Menyebutkan bahwa tindakan kekerasan yang melibatkan lebih dari satu orang terhadap barang atau orang adalah tindak pidana dan harus diproses melalui pengadilan.
- Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer: Mengatur penanganan tindak pidana oleh anggota militer, di mana proses hukum militer diperlukan untuk anggota TNI yang terlibat.
Mengacu pada gangguan ketertiban umum, kasus ini memerlukan jalur litigasi formal untuk mencapai kepastian hukum.
Kesimpulan
Dari ketiga tipe kasus di atas, apakah kasus-kasus tersebut dapat (ada peluang) diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS/non-litigasi)? Jelaskan dan tunjukkan alasan dan landasan hukumnya;
Secara ringkas, berikut adalah peluang penyelesaian melalui APS untuk setiap tipe kasus:
- Tipe Kasus 1 (Wanprestasi pada Kontrak Fidusia): APS mungkin diterapkan pada aspek wanprestasi perdata, namun tidak pada aspek pidana.
- Tipe Kasus 2 (Penggadaian Ulang): APS mungkin diterapkan pada pelanggaran perjanjian fidusia, namun tidak untuk aspek pidana.
- Tipe Kasus 3 (Penyerangan Mapolsek Ciracas): Tidak ada peluang untuk APS karena kasus ini melibatkan tindak pidana berat yang berdampak luas.
Penerapan APS sangat bergantung pada jenis kasus dan adanya unsur pidana atau ketertiban umum. Jika kasus lebih bersifat perdata dan tidak melibatkan kepentingan publik, APS lebih mungkin diterapkan untuk mencapai penyelesaian damai.