Menarik untuk dibahas tentang 6 warga negara asing (WNA) yang divonis hukuman mati di Indonesia, semuanya terlibat dalam kasus narkoba. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas dan mendetail mengenai kasus ini, termasuk kewenangan hukum Indonesia dan penerapan hukuman mati.
Daftar Isi:
Soal Lengkap
6 (enam) WNA yang Divonis Hukuman Mati di Indonesia, Semuanya Terlibat Narkoba
Pertanyaan:
- Buktikan bahwa Negara Indonesia memiliki kewenangan untuk memberlakukan hukum pidana nasional terhadap 6 (enam) WNA yang telah melakukan tindak pidana narkotika di Indonesia! Berikan argumentasi Anda beserta dengan dasar hukumnya!
- Apakah hukum pidana nasional Indonesia dapat juga diberlakukan? Apabila salah satu dari WNA tersebut merupakan pejabat pemerintah negara asing yang berstatus staf diplomatik. Berikan argumentasi Anda beserta dengan dasar hukumnya.
Jawaban dan Pembahasan
1. Kewenangan Indonesia untuk Memberlakukan Hukum Pidana Nasional terhadap 6 WNA yang Terlibat Tindak Pidana Narkotika di Indonesia
Asas Teritorial dalam Hukum Internasional
Asas teritorial adalah prinsip dalam hukum internasional yang memberikan yurisdiksi kepada suatu negara atas orang, perbuatan, dan benda yang berada di wilayahnya. Artinya, segala sesuatu yang terjadi di dalam wilayah suatu negara tunduk pada kekuasaan dan hukum negara tersebut.
- Asas teritorial memastikan bahwa negara memiliki otoritas untuk mengatur dan menegakkan hukum atas semua tindak pidana yang terjadi di dalam perbatasannya.
Asas Teritorial dalam Hukum Pidana Indonesia
Dalam konteks hukum pidana Indonesia, asas teritorial juga diakui dan diterapkan. Hal ini dijelaskan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang tentang Narkotika.
- Pasal 2 KUHP: “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.”
Ini berarti bahwa siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, baik warga negara Indonesia maupun asing, akan tunduk pada hukum pidana Indonesia.
- Pasal 4 huruf a UU 1/2023: “Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pasal ini menguatkan prinsip asas teritorial dengan menyatakan bahwa setiap tindak pidana yang terjadi di wilayah Indonesia akan dikenakan hukum pidana Indonesia.
Penerapan Hukuman Mati di Indonesia
Indonesia memberlakukan hukuman mati sebagai salah satu sanksi pidana untuk tindak pidana berat, termasuk peredaran gelap narkotika. Hal ini diatur dalam beberapa pasal di KUHP dan Undang-Undang tentang Narkotika:
- Pasal 10 KUHP: Mengatur jenis-jenis hukuman di Indonesia, termasuk hukuman mati.
- Pasal 11 KUHP: Menegaskan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan untuk tindak pidana tertentu yang sangat berat.
- Pasal 113 ayat (2) UU Narkotika: Mengatur bahwa pelaku peredaran gelap narkotika dapat dijatuhi hukuman mati.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga menyebutkan berbagai sanksi pidana, termasuk hukuman mati, bagi pelaku tindak pidana narkotika. Dalam praktiknya, Indonesia telah mengeksekusi beberapa pelaku tindak pidana narkotika, baik warga negara Indonesia maupun asing.
Sebagai contoh, pada tahun 2015 dan 2016, beberapa warga negara asing dieksekusi mati karena terlibat dalam kasus narkotika di Indonesia.
- Pasal 146 ayat (1): “Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.”
- Pasal 146 ayat (2): “Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.”
- Pasal 146 ayat (3): “Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.”
Dengan demikian, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk menegakkan hukum pidana terhadap WNA yang melakukan tindak pidana narkotika di wilayahnya, termasuk memberlakukan hukuman mati jika terbukti bersalah.
2. Kewenangan Hukum Pidana Nasional Indonesia terhadap Staf Diplomatik Asing yang Melakukan Tindak Pidana
Kekebalan Diplomatik dalam Hukum Internasional
Staf diplomatik yang bertugas di negara asing memiliki kekebalan hukum dari yurisdiksi pidana negara penerima. Kekebalan ini diatur dalam Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961, yang memberikan perlindungan hukum bagi diplomat agar mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman dari negara penerima.
- Pasal 29 Konvensi Wina: “The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or detention.”
Artinya, diplomat tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh otoritas negara penerima.
- Pasal 31 Konvensi Wina: “A diplomatic agent shall enjoy immunity from the criminal jurisdiction of the receiving State.”
Ini berarti bahwa diplomat memiliki kekebalan dari yurisdiksi pidana negara penerima.
Penerapan Kekebalan Diplomatik di Indonesia
Indonesia, sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Wina, harus mematuhi ketentuan tersebut dan memberikan kekebalan kepada diplomat asing yang bertugas di Indonesia. Hal ini berarti bahwa seorang diplomat asing yang melakukan tindak pidana, termasuk tindak pidana narkotika, tidak dapat diadili oleh pengadilan Indonesia.
Tindakan Terhadap Diplomat yang Melakukan Tindak Pidana
Jika seorang diplomat terlibat dalam tindak pidana, negara penerima dapat meminta negara asal diplomat untuk mencabut kekebalan diplomatiknya. Jika permintaan ini ditolak, negara penerima memiliki hak untuk menyatakan diplomat tersebut sebagai persona non grata dan mengusirnya dari negara tersebut.
Kesimpulan
- Untuk WNA Biasa: Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk memberlakukan hukum pidana nasional terhadap WNA yang melakukan tindak pidana narkotika di wilayahnya berdasarkan asas teritorial. Hukuman mati dapat diterapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti yang diatur dalam KUHP dan UU Narkotika.
- Untuk Staf Diplomatik: Hukum pidana nasional Indonesia tidak dapat diberlakukan karena adanya kekebalan diplomatik yang diatur oleh Konvensi Wina 1961. Diplomat yang melakukan tindak pidana dapat dinyatakan sebagai persona non grata dan diusir dari negara, tetapi tidak dapat diadili di pengadilan Indonesia.
Referensi
- Hukumonline
- E-Journal Warmadewa
- E-Journal Unsrat
Dengan demikian, kita sudah berhasil menyelesaikan studi kasus di atas dengan jelas dan mendetail. Jika ada pertanyaan lebih lanjut atau butuh penjelasan tambahan, jangan ragu untuk bertanya!