Dalam Pancasila Ada yang Dirubah Menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kenapa Hal Tersebut Dirubah, Jelaskan Secara Detail

Sahabat FOKUS kita akan menjawab soal pertanyaan: Dalam Pancasila Ada yang Dirubah Menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kenapa Hal Tersebut Dirubah, Jelaskan Secara Detail

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dirumuskan dengan penuh pertimbangan sejarah, kebangsaan, dan keinginan untuk menciptakan persatuan di tengah keragaman. Salah satu perubahan penting dalam proses perumusannya adalah penggantian sila pertama dari “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Perubahan ini bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan keragaman agama dan keyakinan di Indonesia.

Baca juga: Bagaimana Cara Sederhana Anda Bisa Mulai Menerapkan Profil Pelajar Pancasila di Kelas?

Mengapa Perubahan Ini Terjadi?

Perubahan dari “Ketuhanan” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” terjadi dalam rangka menjaga persatuan Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya. Berikut penjelasan lebih detail:

Latar Belakang Sejarah

Pada awalnya, rumusan sila pertama disusun dalam Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Usulan ini mencerminkan keinginan beberapa tokoh Islam saat itu untuk memberikan posisi penting bagi agama Islam dalam dasar negara. Namun, usulan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok non-Muslim, terutama dari wilayah-wilayah dengan mayoritas non-Muslim seperti Bali, Sulawesi Utara, dan Maluku.

Kekhawatiran ini didasari oleh potensi diskriminasi terhadap warga negara non-Muslim, yang dirasa dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang baru saja merdeka.

Proses Perubahan

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk meninjau Piagam Jakarta. Mohammad Hatta, sebagai wakil ketua PPKI, mendapat masukan dari perwakilan daerah Indonesia Timur yang merasa kurang nyaman dengan rumusan sila pertama yang memuat unsur kewajiban menjalankan syariat Islam.

Hatta kemudian mengajak tokoh-tokoh Islam untuk berkompromi, salah satunya adalah Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah. Melalui diskusi yang intens, disepakati perubahan rumusan sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” agar lebih inklusif, tanpa menyebutkan kewajiban tertentu bagi agama tertentu.

BACA JUGA :  Pentingnya Simpulan Hasil Kajian Data dalam Pembelajaran Proyek

Baca juga: Bagaimana Kedudukan dan Fungsi Pancasila dalam Ketatanegaraan Indonesia?

Alasan-Alasan di Balik Perubahan Ini

1. Mengakomodasi Keragaman Agama

Indonesia adalah negara dengan berbagai agama seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal. Rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dianggap lebih netral dan dapat diterima oleh semua kelompok agama, mencerminkan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan.

2. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mempersatukan berbagai kelompok etnis dan agama. Mengubah sila pertama menjadi lebih inklusif diharapkan mencegah perpecahan dan menegaskan bahwa negara menghargai serta melindungi semua agama.

3. Memperkuat Identitas Nasional yang Adil dan Inklusif

“Ketuhanan Yang Maha Esa” memberikan landasan bahwa negara berprinsip pada ketuhanan tanpa memaksakan kewajiban agama tertentu. Hal ini memastikan kebebasan beragama dan kesetaraan bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi.

4. Universalitas Nilai Ketuhanan

Pemilihan istilah “Yang Maha Esa” menekankan konsep ketuhanan yang universal dan dapat diterima oleh banyak kelompok agama di Indonesia. Prinsip ini memungkinkan penerimaan oleh kelompok agama monoteistik dan juga kelompok dengan konsep ketuhanan yang berbeda.

Dampak Perubahan Ini pada Kehidupan Berbangsa

Perubahan dalam sila pertama berdampak besar bagi tatanan sosial dan politik Indonesia. Sila pertama Pancasila kini menjadi dasar etika bagi kehidupan beragama, mengakui kehadiran Tuhan dan memberikan kebebasan beragama tanpa mengutamakan satu agama tertentu.

Baca juga: Pancasila Mengandung Aspek Nilai-Nilai Moral yang Sangat Tinggi dan Perlu Dihayati dan Diamalkan

Relevansi Sila Pertama dalam Kehidupan Bernegara

  1. Landasan Kebebasan Beragama Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 UUD 1945, yang memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya masing-masing.
  2. Mencegah Diskriminasi dan Konflik Sektarian Indonesia rentan terhadap konflik berbasis agama. Jika rumusan asli dalam Piagam Jakarta dipertahankan, risiko diskriminasi terhadap kelompok agama lain mungkin meningkat, sehingga merusak keharmonisan bangsa. Sila pertama dalam versi yang inklusif berhasil mengurangi potensi konflik sektarian.
  3. Simbol Persatuan Nasional Sila pertama adalah simbol komitmen Indonesia untuk tetap bersatu dalam keragaman. Prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjaga kohesi sosial di antara berbagai agama dan budaya, mempersatukan bangsa Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk.
  4. Negara yang Non-Sektarian Sila pertama memungkinkan Indonesia tidak menjadi negara teokrasi ataupun negara sekuler murni. Indonesia mengakui eksistensi agama dan mendukung kehidupan beragama, namun tetap netral tanpa terikat pada agama tertentu. Hal ini menciptakan keseimbangan dalam menjalankan kehidupan beragama di ruang publik.
BACA JUGA :  Pancasila Sebagai Dasar Negara, Pandangan Hidup, Ideologi, dan Ligatur

Tantangan dalam Mengimplementasikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”

  1. Radikalisme dan Intoleransi Kelompok tertentu kadang masih memaksakan pandangan agamanya kepada pihak lain, yang bisa mengancam persatuan bangsa. Radikalisme agama menjadi ancaman bagi implementasi nilai-nilai Pancasila, terutama jika kurangnya pemahaman tentang toleransi.
  2. Diskriminasi Terhadap Minoritas Meski negara menjamin kebebasan beragama, dalam praktiknya ada kelompok minoritas yang masih mengalami diskriminasi, baik dalam perizinan pembangunan rumah ibadah atau keterlibatan di ranah publik.
  3. Pluralisme yang Belum Tercapai Sepenuhnya Sila pertama seharusnya memfasilitasi pluralisme agama, namun pluralisme ini masih perlu diperjuangkan dan diterapkan secara lebih nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Perubahan dari “Ketuhanan” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila pertama Pancasila adalah kompromi bersejarah yang penting untuk menjaga persatuan Indonesia sebagai negara yang majemuk. Prinsip ini mengakomodasi keberagaman agama dan keyakinan, menjadikan Pancasila dasar negara yang inklusif serta mampu menjaga keharmonisan di tengah masyarakat yang plural.

Baca juga: Memahami Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Pancasila, terutama sila pertama, tetap relevan dan menjadi landasan bagi terciptanya negara yang menghormati kebebasan beragama dan memastikan seluruh warganya dapat hidup dengan aman dalam keyakinan masing-masing.

FAQ:

  1. Apa bunyi sila pertama Pancasila sebelum diubah?
    Sila pertama dalam Piagam Jakarta berbunyi: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.” Rumusan ini menekankan agama Islam.
  2. Mengapa sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”?
    Perubahan dilakukan untuk mengakomodasi keberagaman agama di Indonesia. Tujuannya adalah menciptakan negara yang inklusif, sehingga “Ketuhanan Yang Maha Esa” dianggap lebih mewakili keberagaman.
  3. Mengapa sila pertama Pancasila menjiwai sila-sila lainnya?
    Sebagai dasar negara, sila pertama mengandung makna bahwa seluruh kehidupan berbangsa harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. Sila-sila lainnya merupakan manifestasi dari nilai ketuhanan tersebut.
  4. Apa dasar sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”?
    Dasarnya adalah pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta, serta mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang religius dan menjunjung tinggi moral.
  5. Bagaimana bunyi sila pertama Pancasila sebelum perubahan oleh PPKI?
    Sebelum perubahan, bunyi sila pertama adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.”
  6. Siapa tokoh yang mengusulkan perubahan sila pertama Pancasila?
    Tidak ada satu tokoh tunggal; perubahan ini adalah hasil musyawarah PPKI yang mewakili berbagai kelompok dan agama.
  7. Apa perbedaan utama antara rumusan Pancasila yang disahkan dengan Piagam Jakarta?
    Perbedaan utama adalah pada sila pertama. Dalam Piagam Jakarta berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”, sedangkan Pancasila yang disahkan berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Itulah kunci jawaban : Dalam Pancasila Ada yang Dirubah Menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kenapa Hal Tersebut Dirubah, Jelaskan Secara Detail

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *