Peninggalan dan Letak Kerajaan Aceh Darussalam

Peninggalan dan Letak Kerajaan Aceh Darussalam
Meriam Peninggalan Kerajaan Aceh

Fokus Sejarah – Letak kerajaan Aceh berada di provinsi Aceh, tepatnya di Pulau Sumatera bagian utara. Ibu kota kerajaan ini berada di Bandar Aceh Darussalam. Kesultanan Aceh didirikan pada tahun 1496. Pendiri sekaligus Sultan pertamanya bernama Ali Mughayat Syah.

Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang memimpin pertempuran.

Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.

Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.

Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.

Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 12 Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.

Baca Juga:  Kunci Jawaban PAI Kelas 8 Halaman 227 Soal Uraian Bab 12: Jelaskan Pengertian Makanan yang Halal

Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis yang dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.

Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil membakar Malaka bagian selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja. Sebab Malaka bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.

Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda. Ia dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.

Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini mengakibatkan, kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di depan Kedah.

Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu. Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil.

Baca Juga:  Definisi, Tujuan dan Fungsi Pendidikan

Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.

7 Peninggalan Kerajaan Aceh yang Masih Utuh sampai Sekarang

Terdapat sejumlah peninggalan Kerajaan Aceh yang masih utuh sampai sekarang. Peninggalan tersebut banyak yang berupa bangunan, seperti masjid dan benteng.

Karena masih utuh dan dikelola dengan baik, maka tak heran jika peninggalan bersejarah tersebut kerap dikunjungi oleh wisatawan. Sebagian besar dari peninggalan tersebut bahkan telah tercatat dalam cagar budaya Provinsi Aceh.

Adapun tujuh peninggalan Kerajaan Aceh yang masih utuh sampai saat ini adalah sebagai berikut.

1. Masjid Raya Baiturrahman

Dilansir dari situs pemerintah Provinsi Aceh, Masjid Raya Baiturrahman didirikan pada 1607 sampai 1636 M atau masa Sultan Iskandar Muda. Hingga saat ini, masjid tersebut masih mempertahankan beberapa elemen aslinya.

Meskipun demikian, Masjid Raya Baiturrahman pernah dibakar oleh penjajah Belanda saat Agresi Militer pada tahun 1873. Tak hanya itu, masjid ini juga menjadi saksi bisu bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 silam.

2. Masjid Tuha Indrapuri

Terdapat pula Masjid Tuha Indrapuri yang menjadi peninggalan Kerajaan Aceh dari tahun 1618 M. masjid ini terletak di Desa Keude, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar.

Uniknya, Masjid Tuha Indrapuri dibangun di atas fondasi candi Hindu-Buddha. Reruntuhan candi bahkan dijadikan tembok yang mengelilingi masjid tersebut.

3. Benteng Indrapatra

Benteng Indrapatra adalah peninggalan Kerajaan Lamuri pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan Lamuri sendiri merupakan Kerajaan Hindu di Aceh yang berdiri pada masa pra-Islam.

Dulunya, benteng ini digunakan oleh pasukan Kerajaan Aceh untuk menahan gempuran meriam Portugis.

Baca Juga:  Sanksi Melanggar Norma - IPS Kurikulum Merdeka

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, benteng Indrapatra menjadi lokasi pertahanan yang dipimpin oleh Laksamana Malahayati.

4. Taman Sari Gunongan

Taman Sari Gunongan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, yakni pada tahun 1607-1636 M. Taman ini dipersembahkan sang sultan untuk permaisuri, Putri Pahang.

Dulunya, taman ini dialiri oleh air dari Sungai Darul Asyiki. Taman yang berlokasi tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman ini dibuat dengan tiang-tiang yang berbalut ukiran indah.

5.Pinto Khop

Pinto Khop didirikan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai lokasi peristirahatan dan tempat merapikan rambut Putri Pahang setelah selesai berenang. Karenanya, Pinto Khop berdekatan dengan Taman Sari Gunongan.

Dulunya, terdapat kolam bunga di dalam Pinto Khop. Tempat yang menjadi penghubung antara istana dan Taman Sari Gunongan ini sekarang berlokasi di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan, Baiturrahman, Banda Aceh.

6.Meriam Kesultanan Aceh

Selain bangunan, terdapat pula peninggalan dari Kerajaan Aceh yang masih utuh berupa senjata. Senjata yang dimaksud adalah tiga meriam yang berada di Gampong Drien Rampak, Kecamatan Arongan Lambek, Aceh Barat.

Dulunya, meriam ini digunakan untuk mempertahankan wilayah dari penjajah. Sayangnya, tiga meriam tersebut sudah tak terawat saat ini.

7.Makam Sultan Iskandar Muda

Makam Sultan Iskandar Muda terletak di dekat kediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Pada masa perang Aceh, penjajah Belanda pernah menghilangkan makam tersebut.

Beruntungnya, makam Sultan Iskandar Muda ditemukan kembali pada tahun 1952. Saat ini, makam tersebut banyak dikunjungi oleh peziarah.

Itulah 7 peninggalan Kerajaan Aceh yang masih utuh sampai sekarang. Selain itu, ditemukan pula uang emas Kerajaan Aceh, stempel cap Sikureung, pedang Aman Nyerang, dan sejumlah karya sastra yang menjadi peninggalan Kerajaan Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *