Mengapa Fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week Dalam Tayangan Video di Atas Bisa Dimasukkan Dalam Kajian Sosiologi Konsumsi?

Mengapa fenomena bonge dan citayam fashion week dalam tayangan video di atas bisa dimasukkan dalam kajian sosiologi konsumsi?

FOKUS akan membahas mengapa fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week yang terlihat dalam tayangan video dapat dimasukkan dalam kajian sosiologi konsumsi. Topik ini menarik karena fenomena ini melibatkan aspek-aspek sosial yang kompleks, mulai dari gaya hidup, identitas, hingga hubungan antara individu dan masyarakat dalam konteks konsumsi.

Apa Itu Sosiologi Konsumsi?

Sebelum menjawab pertanyaan inti, penting bagi FOKUS untuk memahami apa yang dimaksud dengan sosiologi konsumsi. Sosiologi konsumsi adalah bidang studi yang membahas bagaimana konsumsi barang dan jasa bukan hanya dilihat dari segi ekonomis, tetapi juga sebagai cara manusia berinteraksi, membangun identitas sosial, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Di sini, konsumsi dianggap sebagai tindakan sosial yang penuh makna.

Mengapa Fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week Dalam Tayangan Video di Atas Bisa Dimasukkan Dalam Kajian Sosiologi Konsumsi?

Fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week bisa dianalisis melalui beberapa pendekatan dalam sosiologi konsumsi. Berikut beberapa alasan mengapa fenomena ini relevan untuk dibahas dalam kajian ini.

1. Identitas dan Ekspresi Sosial Melalui Konsumsi

Citayam Fashion Week adalah ajang di mana para remaja, terutama dari daerah pinggiran Jakarta seperti Citayam dan Bojong Gede, mengekspresikan identitas mereka melalui gaya busana. Dalam sosiologi konsumsi, pakaian tidak hanya dianggap sebagai kebutuhan fungsional, tetapi juga sebagai simbol identitas sosial. Remaja ini menggunakan mode sebagai cara untuk mengekspresikan diri mereka di ruang publik.

BACA JUGA :  Salah satu cara untuk menjauhi pola pergaulan bebas yang sedang marak pada era modern adalah?

Dengan mengenakan pakaian unik, mereka secara aktif membentuk identitas individual yang diakui di masyarakat. Hal ini memperkuat peran konsumsi dalam menciptakan status sosial dan membangun relasi kekuasaan melalui pilihan busana.

2. Konsumsi Simbolik dan Budaya Populer

Fenomena ini juga dapat dianalisis dari perspektif konsumsi simbolik, di mana nilai suatu barang atau gaya tidak hanya diukur dari fungsinya, tetapi dari makna yang melekat padanya. Di Citayam Fashion Week, remaja memanfaatkan budaya populer untuk menegaskan posisi sosial mereka. Partisipasi mereka dalam tren mode memperlihatkan bahwa mode tidak hanya dilihat sebagai barang konsumsi, tetapi juga sebagai alat komunikasi sosial.

Di sini, FOKUS menekankan pentingnya peran budaya dalam membentuk cara remaja ini memilih dan memamerkan gaya busana mereka, yang menunjukkan bahwa mode adalah cara mereka untuk berpartisipasi dalam tatanan sosial.

3. Ruang Publik sebagai Area Konsumsi

Dalam sosiologi konsumsi, ruang publik sering dianggap sebagai tempat di mana konsumsi sosial terjadi. Di Citayam Fashion Week, ruang publik seperti trotoar dan area perbelanjaan diubah menjadi panggung mode, di mana remaja mengekspresikan diri mereka. Ini menggambarkan bagaimana ruang-ruang tersebut dikonsumsi dan digunakan kembali untuk kepentingan sosial, dan mengaburkan batas antara ruang pribadi dan ruang umum.

4. Pengaruh Media Sosial dan Kapitalisme Konsumsi

Fenomena Citayam Fashion Week sangat erat kaitannya dengan peran media sosial. Platform digital mempercepat penyebaran citra dan gaya busana dari Citayam Fashion Week, menjadikannya tren di kalangan lebih luas. Media sosial memungkinkan remaja tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen konten yang mempengaruhi tren mode.

Melalui sudut pandang kapitalisme konsumsi, fenomena ini juga menarik perhatian industri mode yang kemudian mengkomersialisasikan gaya busana pinggiran ini, menjadikannya produk yang bernilai ekonomis.

BACA JUGA :  Jawaban Soal Asesmen Bab 1: 'Perubahan Sosial' Sosiologi Kelas XII Kurikulum Merdeka

5. Perlawanan Terhadap Hegemoni Konsumsi

Fenomena ini bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni konsumsi, di mana anak-anak muda dari pinggiran Jakarta menggunakan gaya busana mereka sebagai alat untuk mengklaim ruang dan menolak dominasi selera kelas menengah atas yang sering menguasai pusat kota. FOKUS melihat hal ini sebagai contoh resistensi terhadap norma konsumsi mainstream, yang sering kali didikte oleh kelompok elit.

6. Penciptaan Komunitas Melalui Konsumsi

Citayam Fashion Week juga memperlihatkan bagaimana konsumsi dapat menjadi alat untuk menciptakan komunitas. Para remaja yang berkumpul di sana tidak hanya berbagi ruang fisik, tetapi juga berbagi nilai dan makna yang mereka bangun melalui pilihan mode. Dalam sosiologi konsumsi, komunitas seperti ini dikenal sebagai subkultur konsumsi atau tribes, di mana orang-orang berkumpul karena kesamaan dalam selera, bukan karena asal-usul sosial atau ekonomi.

Kesimpulan

Fenomena Bonge dan Citayam Fashion Week adalah contoh nyata bagaimana konsumsi bisa dimaknai lebih dari sekadar aktivitas ekonomi. Fenomena ini mencerminkan berbagai aspek sosiologi konsumsi, seperti ekspresi identitas, konsumsi simbolik, penggunaan ruang publik, serta peran media sosial dalam mempengaruhi pola konsumsi.

Dengan menganalisis fenomena ini melalui perspektif sosiologi konsumsi, FOKUS dapat memahami lebih dalam bagaimana tren dan gaya hidup dapat menjadi sarana bagi individu dan kelompok untuk berpartisipasi dalam masyarakat, mengekspresikan identitas, serta menciptakan komunitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *