Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana cara komunikasi memengaruhi dinamika dalam organisasi? Dalam pertemuan kali ini, mari kita menyelami kutipan menarik dari Hocker dan Wilmot (1997: 35) yang mengupas peran krusial komunikasi dalam manajemen konflik organisasi. Pernyataan “Perilaku komunikasi sering menciptakan konflik.
Daftar Isi:
Perilaku komunikasi mencerminkan konflik. Komunikasi merupakan alat untuk manajemen konflik yang produktif ataupun destruktif” membuka gerbang pemahaman baru tentang bagaimana komunikasi menjadi kunci dalam meredakan atau memperparah konflik dalam sebuah organisasi.
Pembahasan dalam artikel ini adalah “komunikasi”, “manajemen konflik”, dan “organisasi”. Kata kunci turunan yang akan kita bahas termasuk “perilaku komunikasi”, “konflik destruktif”, “konflik produktif”, “strategi manajemen konflik”, “komunikasi efektif”, dan “lingkungan kerja yang harmonis”.
Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana komunikasi menjadi elemen penting dalam manajemen konflik organisasi.
Soal Lengkap
Teman-teman mahasiswa, pada pertemuan terakhir ini, kita akan mengulas kutipan menarik dari Hocker dan Wilmot (1997: 35) yaitu, “Perilaku komunikasi sering menciptakan konflik.
Perilaku komunikasi mencerminkan konflik. Komunikasi merupakan alat untuk manajemen konflik yang produktif ataupun destruktif.”
Coba diskusikan apa yang bisa Anda tangkap dari pernyataan tersebut?
Serta, berikan bentuk strategi manajemen konflik yang tepat dalam sebuah organisasi.
Contoh Jawaban:
Ya, saya sependapat dengan kutipan tersebut.
Dalam hal ini, perilaku komunikasi dapat menimbulkan konflik jika digunakan dengan tidak baik dan oleh orang yang salah.
Perilaku komunikasi menciptakan konflik ketika ada ketidaksepahaman atau miskomunikasi antar individu atau kelompok.
Mari kita bedah lebih dalam kutipan tersebut:
1. Perilaku Komunikasi: Pemicu dan Cermin Konflik
Pertama, kutipan ini menyoroti perilaku komunikasi sebagai sumber potensial konflik. Cara kita berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal, dapat memicu kesalahpahaman, memicu rasa frustrasi, dan memperuncing perbedaan. Sikap arogan, kurangnya empati, dan pemilihan kata yang tidak tepat dapat dengan mudah memicu konflik.
Di sisi lain, perilaku komunikasi juga mencerminkan konflik yang sudah ada. Ketika terjadi ketegangan, perbedaan pendapat, atau ketidaksepakatan, hal itu termanifestasi dalam cara kita berkomunikasi. Nada suara yang meninggi, bahasa tubuh yang kaku, dan penghindaran kontak mata menjadi sinyal adanya konflik yang mendasarinya.
2. Komunikasi: Senjata Bermata Dua dalam Manajemen Konflik
Kutipan ini menekankan peran ganda komunikasi sebagai alat dalam manajemen konflik. Di satu sisi, komunikasi dapat menjadi alat yang produktif untuk menyelesaikan konflik secara damai. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling menghormati, pihak-pihak yang berkonflik dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan dan memperkuat hubungan mereka.
Namun, di sisi lain, komunikasi juga dapat menjadi alat yang destruktif, memperburuk konflik dan menciptakan lebih banyak kerusakan. Jika komunikasi ditandai dengan kebohongan, manipulasi, dan serangan pribadi, konflik dapat semakin meruncing dan berakibat fatal bagi organisasi.