Suara PembacaSejarah

Kolonial Feodalisme: Kolaborasi Belanda dengan Elite Pribumi

×

Kolonial Feodalisme: Kolaborasi Belanda dengan Elite Pribumi

Sebarkan artikel ini
Mengapa Kita Membutuhkan Epistemologi untuk Memahami Pengetahuan
Apa Itu Epistemologi? Filsafat Kebenaran, Pengetahuan, dan Keyakinan

Pada masa penjajahan, kolaborasi antara kolonialisme Belanda dan feodalisme elite pribumi menjadi salah satu penyebab utama penderitaan rakyat jelata di Nusantara. Sejarah ini tidak hanya sekadar berbicara tentang penjajahan fisik oleh Belanda, tetapi juga bagaimana elite pribumi yang seharusnya melindungi rakyat justru bersekongkol dengan penjajah untuk keuntungan pribadi.

Awal Kolonialisme Belanda di Nusantara

Awalnya, kedatangan Belanda ke Nusantara hanya bertujuan untuk jual beli rempah-rempah. Namun, ketika mereka menyadari bahwa elite pribumi lebih memprioritaskan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan rakyat, Belanda melihat peluang untuk memperkuat kekuasaan mereka melalui kolaborasi dengan para penguasa lokal. Kolaborasi ini menciptakan kolonial feodalisme, di mana Belanda dan elite pribumi sama-sama mengeksploitasi rakyat.

Kolaborasi dalam Pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan

Contoh konkret kolaborasi ini bisa dilihat dalam pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Meskipun banyak sumber sejarah menyebutkan bahwa para pekerja proyek ini tidak diberi upah, kenyataannya Gubernur Daendels memang mengeluarkan upah. Namun, para bupati pribumi yang mengawasi proyek ini justru mengorupsi upah tersebut.

Para bupati pribumi awalnya merasa takut akan tindakan Daendels jika ketahuan, namun pada akhirnya Gubernur Daendels memilih tidak ikut campur dan menganggap bahwa itu adalah urusan antara pribumi.

Tanam Paksa dan Eksploitasi Elite Pribumi

Kolaborasi yang lebih kejam terlihat pada masa tanam paksa di bawah Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch. Belanda sebenarnya hanya mewajibkan tiga jenis tanaman untuk ditanam oleh rakyat, yaitu nila, kopi, dan lada, dengan ketentuan waktu kerja yang terbatas serta pembagian hasil yang adil. Namun, pelaksanaan di lapangan sangat berbeda karena elite pribumi mengambil alih pengawasan.

BACA JUGA:  Strategi Indonesia Atasi Kasus Kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan: Langkah Konkret

Mereka mengubah ketentuan tanam paksa ini dengan memaksakan rakyat untuk menanam lebih banyak jenis tanaman dan memperluas lahan yang harus dikerjakan. Bahkan, waktu kerja pun diperpanjang hingga siang dan malam, serta sepanjang tahun. Kegagalan panen yang bukan kesalahan para pekerja pun tetap harus ditanggung oleh mereka, tanpa mendapatkan keuntungan apa pun.

Baca juga: Sejarah dan Ciri-Ciri Feodalisme di Indonesia

Akibat dari penyimpangan ini, baik Belanda maupun elite pribumi mendapatkan keuntungan besar. Belanda mampu membiayai perang melawan Spanyol dan stabilitas keuangan negara terjaga. Elite pribumi menggunakan kekayaan hasil tanam paksa untuk membangun kompleks bupati yang megah dan berfoya-foya.

Dampak Bagi Rakyat Jelata

Rakyat jelata menjadi korban terbesar dari kolaborasi kolonial feodalisme ini. Para elite pribumi yang seharusnya menjadi pelindung rakyat justru membuka jalan bagi penjajahan yang lebih menyengsarakan. Mereka yang paling menderita adalah para petani dan pekerja yang dipaksa bekerja tanpa henti dan kehilangan hak-hak mereka.

Keserakahan elite pribumi dan Belanda membuat rakyat semakin terjepit di antara dua kekuatan yang sama-sama mencari keuntungan dari penderitaan rakyat. Hak-hak mereka terabaikan, dan banyak dari mereka yang kehilangan segalanya demi mempertahankan hidup.

Kesimpulan

Kolaborasi antara Belanda dan elite pribumi selama masa penjajahan menjadi bukti bahwa eksploitasi tidak hanya dilakukan oleh pihak asing, tetapi juga oleh orang-orang dari kalangan kita sendiri. Kolonial feodalisme ini mengajarkan kita bahwa ketika kekuasaan dan keserakahan bersatu, rakyatlah yang menjadi korban utama.

Dengan memahami sejarah ini, kita diharapkan bisa lebih kritis terhadap kekuasaan dan selalu memperjuangkan hak-hak rakyat. Pentingnya peran pendidikan dan kesadaran sejarah bagi generasi muda adalah kunci untuk mencegah terulangnya penderitaan yang sama di masa depan.

BACA JUGA:  Sejarah dan Makna Gelang Banten Brawl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *